Komunitas Dinding Manado: Peduli Anak Putus Sekolah di Pasar Bersehati

Sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam Komunitas Dinding secara rutin mengajar di lingkungan pasar Bersehati sepekan sekali. Para relawan ini dengan gigih memperjuangkan hak-hak anak para pedagang, yang di antaranya putus sekolah dan bahkan ada yang sama sekali tidak pernah mengenal pendidikan. 

Para relawan yang bergerak karena dasar kepedulian ini secara bersama-sama mengajar setiap Sabtu selama kurang lebih 2 hingga 3 jam. Ketua komunitas, Windy Fahruddin, memberi penegasan terkait bagaimana komunitas ini bergerak. “Kami mengajar karena alasan peduli pada anak-anak yang putus sekolah dan bahkan ada yang tidak pernah mengenyam pendidikan formal,”  jelas wanita lulusan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Sam Ratulangi itu. 

Windy mengatakan jika mengelola Komunitas Dinding memiliki dinamika yang tidak mudah. Terkait para relawan yang sama sekali tidak dibayar misal, komunitas ini punya tantangan untuk mengatur dinamika para relawan yang umumnya mahasiswa ketika mereka lulus dan keluar dari kota ini. Bagaimana agar rotasi itu tidak putus dan menganggu aktivitas Komunitas Dinding.

Selama ini, kata Windy, ia dan rekan-rekan komunitas hanya mengajak para mahasiswa dan lainnya untuk menjadi relawan via mulut, selain via jejaring sosial seperti Facebook dan Instagram.Tak disangka, antuasiasme masyarakat terkhusus mahasiswa sangat tinggi untuk ikut terlibat dalam upaya pengentasan minimnya akses pendidikan anak-anak di kawasan pasar Bersehati, Manado. 

Salah satu persoalan paling mendasar yang dialami oleh anak-anak ini adalah karakter. Karena mereka hidup di lingkungan pasar – yang notabene keras – sehingga kemudian berpengaruh terhadap karakter dan tingkah laku anak-anak. Dari sisi perkataan misalnya, juga kekhawatiran anggota Komunitas Dinding akan berpengaruh hingga ke perilaku anak-anak para pedagang ini. 

Karena itu, sebelum mulai mengajar, Windy dan rekan-rekan terlebih dahulu melakukan koordinasi terkait dengan pola ajar dan materi yang akan diajarkan. Selain itu, Komunitas Dinding juga tidak hanya mengajar materi yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, tetapi juga pembangungan karakter. Tujuannya agar anak-anak punya pandangan untuk menyeimbangkan antara yang baik dan kemungkinan pergaulan kurang baik yang sehari-hari mereka dapatkan. 

Hingga saat ini, jumlah relawan yang tergabung dalam Komunitas Dinding ada sekitar 15 hingga 20 orang. Sedangkan relawan yang aktif mengajar setiap minggu ada 10 orang. Jumlah anak-anak yang biasa ikut belajar di Komunitas Dinding ada sekitar 80 orang, tentu jumlah yang tidak sedikit sebagai sebuah gambaran betapa banyaknya anak-anak putus sekolah di wilayah pasar Bersehati ini. 

Aktivitas Komunitas Dinding biasanya berada di lantai tiga sebuah bangunan pasar yang keadaannya pun sangat memprihatinkan. Jauh dari layak, apalagi saat hujan datang. Meski begitu, tidak menganggu dan menyurutkan semangat mereka untuk tetap menjalankan aktivitas belajar.

Windy mengatakan jika mereka juga sedang memperjuangkan nasib para siswa di Komunitas anak agar bisa setara dan diakui secara legal oleh pemerintah. Pihaknya sudah pernah berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan terkait dengan situasi dan kegiatan di Komunitas Dinding. Ada beberapa kendala yang belum memungkinkan anak-anak bisa diakui statusnya. Tetapi Windy dan kawan-kawan berkomitmen untuk terus mengupayakan agar nasib anak-anak bisa lebih baik secara pengakuan dari lembaga pemerintah. Kata Windy, anak-anak pasar ini tidak pernah paham soal legalitas. Yang mereka paham hanya bagaimana bisa bermain, berkumpul dan belajar bersama setiap Sabtu. “Tetapi kami tetap ingin agar mereka setara dengan anak-anak lain, bisa kemudian memperbaiki jalan hidup karena selain mengenyam pendidikan, juga memiliki ijazah yang bisa digunakan”, tutur Ketua Komunitas Dinding itu.

author avatar
adminbiuus

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *