Setelah pilkada berlangsung, kini pileg dan pilpres didepan mata. Kontestan pemilu menjadi lebih kreatif, video-video unik, program-program inovatif, meme komik deras tersebar di sosial media, bertujuan untuk memperkuat kepercayaan masyarakat bahwa mereka mampu menyelesaikan permasalahan bangsa atau memperjuangkan aspirasi masyarakat sesuai dengan haluan (ideologi) yang diyakini.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Himpunan Pascasarjana se Indonesia (HMPI), Dyah Arum Sari mengatakan inilah yang dinamakan demokrasi digital. Mereka menyadari bahwa media konvensional seperti koran atau radio tak lagi efektif untuk aktivitas elektoral guna menjangkau segmentasi massa. Dyah menyampaikan dalam menghadapi fenomena berkembangnya digital literacy dan besarnya tantangan yang dihadapi, konsekwensinya masyarakat harus melek politik. Sangat penting kiranya pendidikan politik dilakukan secara kontinyu terutama untuk perempuan. Perempuan dituntut untuk ikut berperan aktif dalam berbagai sektor termasuk di ranah politik baik sebagai kontestan ataupun pemilih.
Terkait dengan hal itu, ada suatu kifrah yang perlu dibuktikan secara heuristis bahwa perilaku kontestan pemilu yang memiliki pemahaman rendah tentang pokitik akan menyebabkan rendahnya integritas pemilih, terutama pemilih perempuan. Karenanya, Dyah mengatakan negara harus mengalokasikan bantuan yang dikhususkan untuk pendidikan politik bagi perempuan agar menghapus asumsi bahwa laki-lakilah yang lebih layak berpolitik.
Dalam Workshop Peningkatan Keterwakilan Perempuan yang diselenggarakan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak RI di Oria Hotel Jakarta Pusat pekan lalu, Dyah Arum Sari yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Agung Gerakan Mahasiswa dan Pemuda RI, pentingnya kesadaran perempuan untuk memperbaiki perspektif gender baik feminitas dan maskulinitas. Pilkada Jawa Timur adalah salah satu contoh gelombang pasang keterpilihan perempuan yang tidak lepas dari kesadaran politik dikalangan pemilih perempuan untuk mempengaruhi kebijakan. “Perempuan jangan apolitis. Pilkada Jawa Timur itu salah satu contoh implikasi kapasitas perempuan. Selama ini, kita meyakini bahwa mempengaruhi perempuan untuk memilih calon perempuan lebih efektif, tetapi kita lupa bahwa seharusnya memperbaiki perspektif gender kaum laki-laki juga sangat krusial, masih banyak perempuan dimasyarakat yang masih didominasi sudut pandang maskulinitas. Selama ada laki-laki semua beres, semua gampang. Ini adalah simplifikasi pemikiran yang keliru. Paradigma dependensi itu yang harus kita perbaiki.”
Mengenai keterwakilan perempuan, Dyah menuturkan bahwa affirmasi aktiv partai-partai politik di Indonesia yang diwajibkan memenuhi kuota perempuan sebanyak 30% turut berperan untuk meningkatkan representasi keterlibatan perempuan. Langkah ini bertujuan untuk mewujudkan amanat UUD 45 yang didalamnya tidak ada kata laki-laki atau perempuan melainkan _seluruh rakyat, penduduk, warga negara_ yang intepretasinya adalah kesetaraan (hak dan kesempatan) antara laki-laki dan perempuan. Sehingga, perempuan harus mampu menginspirasi perempuan lainnya dalam mengambil peran demokrasi di Indonesia.