Para ahli psikologi pada umumnya berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kepribadian/personality itu tidak hanya mengenai tingkah laku yang dapat diamati saja, tetapi juga termasuk di dalamnya apakah individu itu. Jadi, selain tingkah laku yang tampak perlu diketahui faktor yang mendasari pernyataan tingkah laku tersebut, salah satunya adalah watak.
Watak atau karakter mengandung pengertian strukur batin manusia yang tampak pada tingkah laku dan perbuatannya, yang tertentu dan tetap. Ia merupakan ciri khas pribadi orang yang bersangkutan. I.R. Poedjawijatna mengemukakan bahwa watak atau karakter ialah seluruh aku yang ternyata dalam tindakannya terlibat dalam situasi , jadi memang di bawah pengaruh dari pihak bakat, temperamen, keadaan tubuh, dan lain sebagainya (Poedjawijatna, 1970: 129)
Watak dapat dipengaruhi dan dididik, tetapi pendidikan watak itu tetap merupakan pendidikan yang amat individual dan bergantung pada kehendak bebas dari orang yang dididiknya.
Watak pun diartikan sebagai struktur batin manusia yang nampak dalam tindakan tertentu dan tetap baik tindakan itu baik maupun buruk. Lebih dari temperamen yang sangat dipengaruhi oleh kontitusi tubuh dan pembawaannya lainnya maka watak atau karakter lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, seperti pengalaman, pendidikan, intelijensi, dan kemauan.
Dalam hubungan ini, Kerchensteiner mengemukakan bahwa watak adalah keadaan jiwa yang tetap, tempat semua perbuatan kemauan ditetapkan/ditentukan oleh prinsip-prinsip yang ada dalam ala kejiwaan. Jadi, menurut Kerchensteiner watak manusia terbukti dalam kemauan dan perbuatannya.
Kerchensteiner membagi watak manusia menjadi dua bagian, yakni watak biologis dan watak intelijibel. Watak biologis mengandung nafsu atau dorongan insting yang rendah, yang terikat kepada kejasmanian atau kehidupan biologisnya. Watak biologis ini tidak dapat diubah atau dididik, sedangkan watak intelijibel ialah yang bertalian dengan kesadaran dan intelijensi manusia. Watak ini mengandung fungsi-fungsi jiwa yang tinggi, seperti kekuatan kemauan, kemampuan membentuk pendapat atau berpikir, kehalusan perasaan dan aufwuhlbarkeit ‘lama dan mendalamnya getaran jiwa’. Menurut Kerchensteiner, watak inilah yang dapat diubah dan dididik. Ia menyarankan bahwa untuk mendidik seseorang (anak didik) dengan baik, didiklah kemauannya, cara berpikirnya, dan kehalusan perasaannya ke arah yang baik.
Ahli lain, Sertain mengemukakan bahwa untuk mempelajari tingkah laku atau watak secara lebih efektif, ahli psikologi hendaknya membedakan dua faktor, yakni faktor biologis dan kultural. Menurut Sertain, sifat-sifat dan watak seseorang itu merupakan hasil interaksi antara pembawaan dan lingkungan orang itu. Jadi, yang ditekankan di sini bukanlah pembawaan dan bukan pula lingkungan kulturalnya, melainkan interaksi dari keduanya.
Watak dalam diri seseorang tidkalah berdiri sendiri, namun berhubungan dengan aspek lain, salah satunya temperamen. Hubungan keduanya erat. Keduanya memiliki hubungan dengan kepribadian. Sebenarnya sangat sukar untuk membedakan antara pengertian watak dan kepribadian. Keduanya mengandung pengertian yang hampir sama. Namun demikian, para ahli psikologi umumnya berpendapat bahwa apa yang dimaksud dengan watak itu adalah aspek saja dari keseluruhan pribadi seseorang atau personalityseseorang. Watak dan karakter lebih ditekankan dalam hubungannya dengan moral dan norma-norma etis daripada aspek-aspek kepribadian lainnya.
Menurut Kretschmer, terdapat empat tipe bentuk tubuh manusia yang memengaruhi wataknya, yaitu
- Atletis: tinggi, besar, otot kuat, kekar, tegap, dada lebar
- Astenis: tinggi, kurus, tidak kuat, bahu sempit, lengan dan kaki kecil
- Piknis: bulat, gemuk, pendek, muka bulat, leher pejal
- Displastis: merupakan bentuk tubuh campuran dari ketiga di atas
Orang yang berbentuk altetis dan astenis tipe wataknya disebut schizothim, yang mempunyai sifat antara lain sukar bergaul, mempunyai kebiasaan yang tetap, sombong, egoistis, dan bersifat ingin berkuasa, kadang-kadang pesimis, selalu berpikir dahulu masak-masak sebelum bertindak.