Melawan Intoleransi dengan Pendekatan Pembelajaran Berbasis Interkultural

Oleh : Yudi Suparta
Dosen & Pemerhati Pendidikan

Masalah intoleransi di Indonesia semakin menyita perhatian semua elemen bangsa karena menjadi ancaman yang serius bagi eksistensi NKRI. 

Pemerintah berkampanye secara terus menerus baik melalui media cetak maupun elektronik untuk mengajak warga masyarakat saling hormat – menghormati antar sesama anak bangsa. 

Selain itu, pemerintah juga berusaha untuk menciptakan instrument hukum yang melarang dan mewadahi prilaku intoleran. Lebih jauh lagi pemerintah dengan segala kemampuan yang ada berusaha untuk memberikan keadilan serta sikap tegas dalam memproses perilaku intoleran sehingga masyarakat tidak akan bermain hakim sendiri dan melakukan kekerasan untuk menyelesaikan perselisishan. 

Sementara itu dari kalangan masyarakat juga tidak henti hentinya berusaha untuk membantu pemerintah dalam mewujudakan masayarakat Indonesia yang toleran. 

Berbagai kajian dan forum lintas iman diadakan secara swadaya oleh masyarakat untuk mengikis habis benih – benih intoleransi yang semakin mengkhawatirkan. 

Di dunia Pendidikan misalnya para civitas akademika di Indonesia sering mengadakan acara diskusi untuk terus memupuk semangat toleransi antar anak bangsa sehingga diharapkan kedepannya terwujud masyarakat Indonesia yang semakin inklusif dan mudah dalam menerima perbedaan yang ada pada diri sesama anak bangsa. 

Berbagai hal yang telah dilakukan saat ini belum cukup mengurangi prilaku ataupun pemikiran intoleran, sehingga diperlukan berbagai terobosan dan juga kreativitas baru untuk terus menyuarakan dan memupuk semangat kebersamaan untuk mengurangi hal – hal yang berbau intoleransi di tengah – tengah masyarakat.

Salah satu upaya untuk mencegah berkembangnya pemikiran dan juga prilaku intoleran adalah melalui inovasi di bidang Pendidikan bahasa Inggris dengan menerepakan pendekatan pembelajaran berbasis intercultural. 

Pendekatan pembelajaran intercultural adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang berusaha untuk memberikan pengetahuan intercultural dan juga kemampuan berkomuikasi secara intercultural. Dalam pendekatan ini, pembelajaran diharapkan para siswa tidak hanya memahami bahasa dan kebiasaan dari bahasa target (dalam hal ini bahasa inggris) serta bisa menjelaskan nya kepada orang – orang disekitar nya tetapi juga sebaliknya yakni para peserta didik bisa memahami asal – usul serta kebudayaannya sendiri serta menjelaskannya kepada fihak lain yang dimana dia melakukan interaksi atau hubungan sosial. 

Salah satu contoh misalnya ketika mempelajari bahasa target para peserta didik dihadapkan pada teks yang mengulas mengenai kebiasaan dari para penutur asli bahasa target tersebut. 

Setelah itu para peserta didik dibawa kepada sebuah diskusi yang membahas mengenai adat atau kebiasaan yang berkembang dimasyarakat sekitar yang mirip dengan adat atau kebiasaan yang ada pada bahasa target tersebut. 

Jadi apa yang sebenarnya asing bagi para peserta didik dalam bahasa target yang sedang dipelajari sesungguhnya memiliki kesamaan atau kemiripan dengan kebiasaan atau tradisi yang ada ditengah masyarakat para peserta didik itu sendiri. 

Hal ini tidaklah mengherankan karena pada dasarnya pendekatan pembelajaran berbasis intercultural ini memiliki prinsip – prinsip mendasar yang memungkinkan para peserta didik untuk merefleksikan serta mengaitkan pengetahuan yang dimilikinya dengan keadaan social masyarakat yang berada di sekitarnya. 

Adapun prinsip pendekatan berbasis intercultural secara garis besar sebagaimana disebutkan oleh Prof. Tonny Liddicoat dari University of Warwick adalah; konstruksi aktif, penghubungan, interaksi social, refleksi dan tanggung jawab. 

Konstruksi Aktif

Konstruksi aktif ini mengacu pada sebuah cara bagaimana pembelajaran itu terjadi dimana guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengenali fakta – fakta kultural yang dialaminya untuk seterusnya mereka kembangkan dalam pemahaman mereka sendiri berdasarkan pengalaman belajar yang sudah ada sebelumnya. 

Penghubungan

Selanjutnya dalam prinsip menghubungkan para peserta didik ditantang untuk menghubungkan pengetahuan baru yang mereka dapatkan dengan pengetahuan yang sudah mereka miliki termasuk dalam megidentifikasi persamaan atau perbedaan yang dimiliki antara budaya yang ada dalam bahasa target dan budaya yang dimiliki oleh peserta didik sehingga pemahamannya menjadi saling jalin menjalin antara persamaan dan perbedaan yang dimiliki oleh kedua kebudayaan tersebut. 

Interaksi Sosial

Interaksi sosial yang bermakna bahwa para peserta didik diminta untuk terus mengembangkan pemahaman mengenai hubungan antara konsep kebahasaan dan kebudayaan yang dia miliki dengan konsep kebahasaan dan konsep kebudayaan yang dipelajari dalam bahasa target. 

Refleksi

Sementara itu proses refleksi itu focus pada proses interpretasi yang akan membuat para peserta didik menjadi sadar bagaimana mereka berfikir, belajar akan sebuah bahasa dan budaya serta memahamai hubungan yang ada antara budaya dan bahasa yang dimilikinya dengan budaya dan bahasa yang sedang dipelajari.

Tanggung Jawab

Bagian terakhir adalah tanggung jawab dimana para peserta didik bisa berkomunikasi dalam bahasa target secara bertanggung jawab, yakni mengeluarakan bahasa baik verbal ataupun non verbal, yakni memiliki pemahaman tidak hanya terbatas pada makna eksplisit dari sebuah ujaran.

Dalam bahasa target juga memiliki makna yang terkandung secara implisit dalam ujaran tersebut, sehingga tercipta sikap saling menghargai dari lawan biacara yang merupakan penutur asli dari bahasa yang sedang dipelajari (dalam hal ini bahasa inggris). 

Ketika kelima prinsip diatas diterapkan dalam pembelajaran terutama dalam pembelajaran bahasa Inggris maka akan tercipta insan yang memiliki Intercultural communicative competence atau sering disingkat dengan (ICC)

Intercultural communicative competence sebagaimana dikutip dari Michael Byram (1997) adalah sebuah kemampuan dalam berkomunikasi yang mencakup pengetahuan, sikap dan juga kecakapan serta sensitivitas baik dalam ranah bahasa maupun budaya dari bahasa target. 

Dengan kata lain ICC adalah kemampuan untuk menyadari perbedaan yang ada serta kecakapan dalam menjaga sensistivitas dalam berbhasa dan berkomunikasi dengan orang dari latar belakang bahasa dan budaya yang berbeda. 

Misalnya dalam masayarakat Indonesia ketika kita bertanya tentang alamat kepada orang lain maka kita akan diberikan alamat yang selengkap – lengkapnya bahkan sampai nomor rumah orang tersebut. Namun tidak demikian dengan orang yang berasalah dari negara – negara yang bahasa ibunya adalah bahasa inggris seperti dari Inggris ataupun Amerika Serikat dimana jika kita menayakan hal yang sama maka akan cukup diberikan nama kota atau countynya saja. 

Jika seseorang yang memiliki kemampuan Intercultural communicative competence maka dia akan sadar bahwa ketika melakukan sebuah percakapan dengan orang asing tersebut maka dia hanya akan bertanya sekedarnya dan tidak berusaha untuk memperoleh jawaban secara detail kepada lawan bicaranya karena dia sadar hal itu terkait dengan privasi lawan bicaranya.

Namun tidak demikian ketika dia ditanya oleh orang asing dia akan memberikan jawaban sebagaimana orang Indonesia menjawab pertanyaan tersebut dan menjelaskan kepada si penanya bahwa budaya kita di Indonesia memang seperti itu sebagai cara kita untuk menghormati lawan bicara yang sedang dihadapi. 

Dari uraian mengenai prinsip dan apa target dari pembelajaran berbasis intercultural didapatkan pemahaman bahwa pendekatan pembelajaran intercultural akan sangat efektif untuk meningkatkan kesadaran para peserta didik bahwa pada dasarnya kita semua memiliki perbedaan. 

Perbedaan ini memberikan kesempatan bagi para peserta didik untuk mengenal bahasa dan budaya yang lain. 

Sebagaimana contoh yang disajikan sebelumnya dimana dalam proses pembelajaran para peserta didik dihadapkan pada teks yang membahas mengenai peringatan keagamaan atau acara terkait dengan kebudayaan di negara – negara berbahasa inggris, para peserta didik juga diminta untuk berdiskusi mengenai acara apa yang kira – kira mirip dengan acara tersebut yang ada pada masyarakat disekitar kita.

Kenudian didiskusikan kembali apa yang menjadi perbedaan dari peringatan atau acara keagamaan atau budaya tersebut dengan peringatan keagamaan dan acara kebudayaan yang ada ditengah masyarakat sekitar. 

Peserta didik juga diminta untuk melakukan brainstorming untuk mencari acara atau peringatan tersebut yang sejanis diseluruh daerah di Indonesia sehingga para peserta didik bisa mengenali kebudayaan yang ada di daerah lain di Nusantara. 

Dengan pendekatan tersebut diharapkan kedepannya para peserta didik semakin sadar bahwa sebagai warga negara Indonesia, bahwa kita sudah memiliki keanekaragaman budaya dan agama namun tetap memiliki persamaan sebagai sesama anak bangsa. Sehingga para peserta didik akan semakin memiliki sikap dan perilaku yang inklusif untuk membendung penyebaran sikap dan pemikiran yang intoleran.

Intoleransi yang tumbuh dari sempitnya pemahaman akan fitrah manusia yang berbeda akan terkikis dengan sendirinya melalui pendekatan pembelajaran berbasis intercultural dalam dunia pendidikan. 

Pendekatan pembelajaran ini memungkinkan para peserta didik untuk memiliki pengetahuan intercultural dan juga kemampuan berkomunikasi secara intercultural. 

Hal ini dimungkinkan karena pendekatan ini memiliki lima prinsip dasar yakni konstruksi aktif, penghubungan, interaksi social, refleksi dan tanggung jawab. 

Kelima prinsip dasar ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan intercultural communicative competence dari para peserta didik, sehingga bisa berkomunikasi dengan baik baik dalam bentuk ujaran verbal dan non-verbal serta sensitif dengan budaya yang dimiliki oleh orang lain.Kemampuan inilah yang penting dikembangkan untuk membendung pemikiran dan sikap intoleran yang berkembang dimasyarakat. Sehingga, kedepannya ancaman intoleransi yang bisa mengancam eksistensi NKRI bisa dikurangi dan bahkan dihilangkan untuk kita focus dalam rangka mengejar ketertinggalan kita dengan bangsa lain untuk menggapai Indonesia yang adil makmur dan sejahtera.

Editor : Arya M

author avatar
Mahardika Arya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *