Virtual Love : Aku Wanita

Oleh : Penaaja

Seringkali pembicaraan pendek melalui media sosial bersamamu ku anggap semua nyata adanya, tak ada sekat, namun tak mampu tersingkap. Aku lupa bahwasanya mungkin kita hanya sebatas teman chat. Hidup di jaman serba digital ini membuatku sulit membedakan mana yang hanya fiksi atau itu tak hanya sebatas rangakaian diksi yang kau cari-cari dari berbagai refrensi. Jarak memang memisahkan, berpuluh-puluh Mil bahkan. Tapi itu seakan tak menghalangi. Dulu saja, awal kita kenal rasanya lebih baik lupa bawa dompet dari pada lupa benda ajaib yang tak bisa ku lepas dari genggaman, seakan semua aktifitas harus ku laporkan. Ketika makan, refleks ibu jarikupun sigap mengetik pesan padamu “apa kau sudah makan?” Sekejap pesan itu meluncur  hitungan detik. Hal-hal kecil yang ku lakukan tanpa sadar selalu ku kaitkan denganmu, seakan sedang bersama kamu. 

Kata orang, saat sebuah nama teramat sering terucap bibir, maka artinya ia selalu dalam pikiran. Mungkin benar, teori itu ku anggap amatlah tepat.  Seakan rasa bahagia bercengkrama melalui komunikasi virtual ini amatlah genting untuk ku ceritakan pada mereka. 

Ingat saat malam kau tergopoh-gopoh datang menemuiku malam itu Boy? Bersama temanmu, Simon. Sepulang kalian berlatih. Kuingat betul raut wajahmu yang lelah dengan dahaga yang seakan mencekat batu jakunmu? Rengek manjamu Boy, masih terngiang hingga kini. Apakah aku terlalu percaya diri akan sorot matamu? Atau aku hanya sosok wanita dewasa yang kau anggap sebagai cekgu barumu diluar bangku sekolah? Ah sudahlah, ini begitu receh untukku risaukan.

Baca Juga Bagian I: Kisah yang Tak Sempat Ku Dekap

Kau mudah saja berkata, sudah biasa saja. Lambat laun aku akan mampu menyesuaikan hati, bahwasanya ini hanya sebatas tali silaturahmi yang tak begitu memiliki arti. Kau lupa bahwa aku wanita, mahluk yang tuhan ciptakan dengan sebentuk akal tak mengimbangi kuatnya rasa yang terus di adopsi dalam hati.

Namun pada kenyataannya, aku hati yang selalu kau tepis. Bahwa sebenarnya hadir ku tak amat kau inginkan. Entah setiap pagi, sudah berapa kali aku bermimpi, melihat bayangmu dalam imaji yang tak sepenuhnya kuyakini, apakah ini benar-bemar naluri hati itu mimpi atau hanya sebatas sepotong khayal yang terus ku kagumi.

>>Bersambung ….Baca Bagian 1

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *