Syahrial Bakhtiar juga mengusulkan Tim Akselerasi dan Investigasi menelusuri terkait adanya informasi bahwa pengurus lama LADI yang tidak memberikan username kepada pengurus yang baru untuk masuk ke Centra Complience Code (pusat data pemberian sanggahan terhadap apa yang sudah diinformasikan LADI). Padahal, akses ke CCC itu sangat penting dan menjadi penentu apakah sebuah negara mendapat compliance atau uncompliance.
Begitu pun dengan penandatanganan kerjasama (MoU) dengan Panitia Besar Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua dengan LADI pimpinan dr Zaini Khadfi Saragih sebelum terjadinya pergantian. Dalam MoU tentang Pengawasan Doping pada penyelenggaraan PON XX Papua pasal 6 (b) disebutkan pergantian kepengurusan pada masing-masing pihak tidak menggugurkan keberlakuan perjanjian kerjasama ini, termasuk tim ad-hoc yang merupakan satu kesatuan dari perjanjian kerja sama. “Kok MoU tidak bisa diadendum meski sudah ada pergantian pengurus LADI. Bukankah ini pelanggaran administrasi negara?”, tanyanya.
Di lain kasus, Syarial Bakhtiar bahkan meminta agar dilakukannya penelusuran terhadap pengadaan produk botol urine yang diduga dimonopoli.
“Dugaan pengarahan ke salah satu produk ini juga patut ditelusuri mengingat harganya terlalu tinggi. Harusnya penggunaan botol urine itu dilelang mengingat nilainya cukup tinggi dan bukan dimonopoli,” pungkasnya.