Jakarta, — Presiden Prabowo Subianto batal menerapkan kebijakan diskon tarif listrik sebesar 50 persen untuk 79,3 juta pelanggan dengan daya listrik di bawah 1.300 VA.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa keputusan ini diambil karena keterbatasan waktu dalam proses penganggaran. Menurutnya, jika kebijakan tersebut baru dijalankan pada bulan Juni atau Juli, maka pelaksanaannya akan tidak efektif.
“Kita rapat membahas diskon listrik, tetapi penganggarannya terlambat. Kalau baru dijalankan di bulan Juni atau Juli, tidak bisa dilakukan,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (2/6).
Sebagai alternatif dari pembatalan diskon listrik, pemerintah memilih untuk menambah Bantuan Subsidi Upah (BSU). Awalnya, bantuan ini diberikan sebesar Rp150 ribu per bulan selama dua bulan kepada para pekerja dengan gaji di bawah Rp3,5 juta. Namun kini, jumlahnya ditingkatkan menjadi Rp300 ribu per bulan. Dengan demikian, pekerja akan menerima total bantuan sebesar Rp600 ribu selama dua bulan, yakni pada bulan Juni dan Juli 2025.
“Nanti Kementerian Ketenagakerjaan yang akan mengimplementasikan program tersebut, yaitu BSU sebesar Rp300 ribu per bulan, diberikan untuk bulan Juni dan Juli. Jadi dua bulan totalnya Rp600 ribu,” jelas Sri Mulyani.
Pemerintah mencatat bahwa program BSU ini akan menjangkau sekitar 17,3 juta pekerja dan 565 ribu guru honorer di seluruh Indonesia.
Selain penambahan BSU, terdapat empat kebijakan lain yang termasuk dalam paket stimulus ekonomi yang disiapkan oleh pemerintahan Prabowo. Kebijakan-kebijakan tersebut antara lain:
- Diskon tiket transportasi umum, seperti kereta api, pesawat, dan angkutan laut dengan nilai anggaran sebesar Rp0,94 triliun.
- Diskon tarif tol yang akan diberlakukan pada bulan Juni dan Juli 2025, dengan anggaran sebesar Rp0,65 triliun.
- Penebalan bantuan sosial dengan tambahan anggaran sebesar Rp11,93 triliun untuk mendukung masyarakat rentan.
- Perpanjangan diskon 50 persen iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) guna meringankan beban perusahaan dan pekerja.
Secara keseluruhan, nilai total paket stimulus ekonomi tersebut mencapai Rp24,44 triliun. Dari jumlah itu, sekitar Rp23,59 triliun bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Kita berharap, pada kuartal II tahun ini, pertumbuhan ekonomi nasional bisa tetap dijaga mendekati 5 persen. Padahal sebelumnya sempat diperkirakan akan melemah akibat tekanan kondisi global,” tutur Sri Mulyani.