Saputra Malik, Sebut Pembangunan Infrastruktur Telekomunikasi Wujud Pelayanan Publik

Kepala Pemeriksaan Keasistenan Utama V Ombudsman RI, Saputra Malik menyatakan pentingnya pembangunan infrastruktur telekomunikasi sebagai perwujudan pelayanan publik, hal tersebut disampaikan saat berbicara dalam Seminar bertajuk “Pengelolaan infrastruktur telekomunikasi yang mendukung smart city dan pelayanan publik” diselenggarakan oleh Yayasan Kajian Potensi Indonesia Sejahtera (Yakpis) di Mangkunegara Hall Narita Hotel, Kota Surabaya, Kamis (12/10).

“Pembangunan infrastruktur telekomunikasi merupakan hal yang sangat penting untuk menunjang aktiftas sosial, ekonomi, pendidikan, dan peningkatan kualitas pelayanan publik”, kata Saputra.

Ia pun mengungkapkan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat, pemda dan pelaku usaha.

“Pembangunan dan Penataan infrastruktur telekomunikasi memerlukan sinergi stakeholder Pemerintah dan Pemerintah Daerah dan pelaku usaha”, jelasnya.

Menurutnya, pelibatan berbagai unsur sangat penting terutama dalam penyusunan regulasi.

“Sehingga dalam pembangunan dan penataan utilitas di Kota Surabaya harus melibatkan partisipasi masyrakat dan pelaku usaha terutama dalam penyusunan regulasi serta penetapan biaya”, tukasnya.

Saputra juga menekankan agar Pemda utamakan kualitas pelayanan publik.

“Pembangunan utilitas harus mengutamakan aspek-aspek kepentingan pelayanan publik bukan semata-mata dari unsur bisnis agar adanya peningkatan kualitas pelayanan publik dan akses kesejahteraan masyarakat”, tegasnya.

Saputra beralasan infrastruktur telekomunikasi sebagai sarana penunjang smart city.

“Bagaimana pun, pembangunan infrastruktur telekomunikasi menjadi sarana penting dalam menunjang konsep smart city karena memanfaatkan teknologi informasi untuk mengintegrasikan seluruh infrastruktur dan pelayanan dari pemerintah kepada warga masyarakat”, ungkapnya.

Ia juga menyoroti tingginya penerapan tarif sewa jaringan utilitas Kota Surabaya.

“Tarif Sewa jaringan utilitas dinilai cukup tinggi dan memberatkan. Penetapan tarif harus juga melihat aspek-aspek kepentingan pelayanan publik bukan semata-mata dari unsur bisnis agar adanya peningkatan kualitas pelayanan publik dan akses kesejahteraan masyarakat”, tukasnya.

Bagi Saputra, Pemkot Surabaya belum sepenuhnya memperhatikan faktor efisiensi dan dampak pasar.

“Belum sepenuhnya mempertimbangkan efisiensi nasional, kondisi pasar, dampak positif keekonomian, dan kepentingan masyarakat”, jelasnya.

Ia pun melihat adanya potensi pelanggaran UU yang dilakukan Pemkot Surabaya.

“Ada potensi melanggar UU 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Pasal 128 ayat (2) memberikan pengecualian bagi penggunaan tanah yang tidak merubah fungsi dari tanah tersebut”, tegasnya.

Ia pun menyarankan agar Pemkot Surabaya dapat melakukan penyesuaian untuk hindari potensi pelanggaran.

“Perlu penyesuaian dengan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah”, tukasnya.

Ia berharap adanya sinergisitas dan inovasi Pemkot Surabaya.

“Seharusnya penyediaan sarana jaringan utilitas terpadu dapat dibebankan pada APBD atau bekerjasama dengan pihak ketiga yang pelaksanaannya berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Apabila dilakukan Kerjasama dengan pihak ketiga, maka tidak menambah beban bagi masyarakat”, Harapnya.

Disisi lain, Anggota Komisi III DPR RI, Rahmat Muhajirin menyarankan agar Pemkot Surabaya cari solusi terbaik.

“Tolong ikuti cari solusinya, minimal rekan-rekan membantuk pembangunan jaringan utilitas yang akan dibangun, hal tersebut sudah dapat membantu berikan akses kepada ribuan masyarakat”, tegasnya.

author avatar
adminbiuus

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *