Jakarta – Gelombang kritik terhadap kerusakan lingkungan akibat aktivitas industri kembali menguat. Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Generasi Muda Peduli Indonesia (DPP GaMPI), Nini Arianti, menuding sejumlah perusahaan di sektor pertambangan dan perkebunan kelapa sawit sebagai aktor utama di balik laju deforestasi yang kian mengkhawatirkan. Menurutnya, praktik tersebut telah menjelma menjadi kejahatan ekologis yang terstruktur dan merampas hak hidup masyarakat.
Pernyataan itu disampaikan Nini Arianti saat memberikan sambutan setelah pembukaan Diskusi Publik yang digelar di Aula Gedung DPP KNPI, kawasan Rasuna Said, Jakarta, Kamis (26/12/2025).
Dalam paparannya di hadapan peserta diskusi, Nini menegaskan bahwa pembabatan hutan secara besar-besaran menunjukkan pengabaian serius terhadap prinsip tanggung jawab lingkungan. Ia menilai banyak korporasi mengedepankan kepentingan bisnis sembari berlindung di balik dokumen perizinan formal.
“Penggundulan hutan yang berlangsung tanpa kendali ini bukan hanya soal pelanggaran aturan, tetapi bentuk kejahatan ekologis yang dilakukan secara sistematis. Keuntungan diraih korporasi, sementara masyarakat harus menanggung dampak berupa banjir, longsor, hingga krisis lingkungan yang tak berkesudahan,” ujarnya.
Sebagai sosok yang tumbuh besar di Sumatra, Nini mengaku menyaksikan langsung konsekuensi kerusakan alam akibat eksploitasi sumber daya yang berlebihan. Ia menilai berulangnya bencana ekologis menjadi indikator kegagalan korporasi dalam menjalankan kewajiban sosial dan lingkungan.
Perempuan bermarga Lubis itu juga menegaskan bahwa izin administratif tidak boleh dijadikan legitimasi untuk merusak hutan.
“Kami menolak keras anggapan bahwa izin formal dapat membenarkan penggundulan hutan. Legalitas tidak menghapus tanggung jawab. Setiap kerusakan lingkungan harus dipertanggungjawabkan, baik secara hukum maupun etika,” tegasnya.
Lebih jauh, Nini Arianti menyoroti pentingnya peran generasi muda dalam mengawal isu lingkungan di tengah akselerasi industrialisasi dan pembangunan nasional. Menurutnya, pemuda memiliki tanggung jawab moral untuk mengontrol kekuatan ekonomi yang kerap menempatkan keberlanjutan sebagai prioritas kedua.
“Pemuda harus menjadi penyeimbang antara kepentingan industri dan kelestarian alam. Tanpa ekosistem yang terjaga, pembangunan ekonomi hanya akan meninggalkan beban ekologis bagi generasi berikutnya,” pungkasnya.












