Penulis : Fahrus Zaman Fadhly (Doktor Bidang Pendidikan, Dosen FKIP Universitas Kuningan)
Menarik menyimak pandangan Mendiktisaintek RI Satryo Soemantri Brodjonegoro dalam program “Kontroversi” Metro TV bertajuk “Semrawut Dunia Kampus” Senin malam, 2 Januari 2025. Mendiktisaintek menyinggung sejumlah isu krusial dalam pendidikan kita. Di antaranya soal kesejahteraan dosen swasta, prioritas beasiswa LPDP untuk mahasiswa yang mengambil bidang STEM, kebutuhan sekolah unggulan, peningkatan lapangan kerja, dan ancaman middle income trap (MIT).
Pertama, kesejahteraan dosen swasta menjadi isu penting yang memengaruhi kualitas pendidikan tinggi di Indonesia. Banyak dosen swasta menghadapi tantangan berupa penghasilan yang relatif rendah, sering kali di bawah standar hidup layak, terutama di kota-kota besar.
Hal ini diperparah dengan minimnya jaminan kesejahteraan seperti tunjangan kesehatan, pensiun, atau insentif penelitian. Kondisi ini memaksa sebagian dosen mencari pekerjaan tambahan, yang akhirnya dapat mengurangi fokus mereka pada pengajaran dan penelitian.
Ketimpangan penghasilan antara dosen swasta dan profesi lain juga menjadi perhatian serius. Profesi di bidang industri, teknologi, atau manajemen, misalnya, menawarkan gaji yang jauh lebih tinggi meskipun tingkat pendidikan yang dimiliki serupa. Gap ini menunjukkan bahwa penghargaan terhadap peran strategis dosen dalam mencetak sumber daya manusia berkualitas masih kurang memadai. Ketimpangan ini juga berpotensi menurunkan daya tarik profesi dosen di kalangan generasi muda yang memiliki potensi besar.
Untuk mengatasi persoalan ini, diperlukan langkah konkret dari pemerintah dan institusi pendidikan tinggi. Beberapa solusi yang dapat diterapkan antara lain pemberian subsidi langsung kepada perguruan tinggi swasta untuk meningkatkan gaji dosen, penyediaan dana penelitian yang kompetitif, serta insentif pajak bagi institusi yang berkomitmen meningkatkan kesejahteraan dosennya. Dengan meningkatkan kesejahteraan dosen swasta, bukan hanya kehidupan mereka yang menjadi lebih baik, tetapi juga kualitas pendidikan nasional yang akan meningkat, sehingga memberikan dampak positif bagi masa depan bangsa.
Selain itu, Mendiktisaintek RI menyinggung perkara beban administratif yang dirasakan dosen perlu menjadi perhatian. Proses birokrasi yang memberatkan sering kali menyita waktu yang seharusnya digunakan untuk mengajar atau penelitian. Evaluasi terhadap aturan yang mengatur beban administrasi dosen perlu dilakukan untuk menentukan kebijakan mana yang dapat dikurangi, sehingga dosen dapat lebih fokus pada kontribusi akademis mereka.
Kedua, prioritas beasiswa LPDP pada bidang STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) adalah langkah strategis yang relevan dengan tuntutan global saat ini. STEM menjadi pendorong utama inovasi teknologi, industri 4.0, dan daya saing negara di kancah internasional. Dengan memprioritaskan STEM, Indonesia dapat mencetak talenta yang berkontribusi dalam pengembangan teknologi tinggi seperti kecerdasan buatan, energi terbarukan, dan teknologi kesehatan, yang semuanya krusial untuk pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Namun, fokus yang terlalu sempit pada STEM dapat berpotensi mengesampingkan bidang ilmu sosial dan humaniora yang juga penting. Ilmu sosial membantu memahami dinamika masyarakat, kebijakan publik, dan hubungan antarbangsa yang berpengaruh langsung pada keberhasilan implementasi teknologi. Kolaborasi antara bidang STEM dan non-STEM perlu didorong untuk menghasilkan solusi yang lebih menyeluruh, seperti pengembangan kebijakan teknologi yang ramah lingkungan atau pendekatan etis dalam adopsi teknologi baru.
Oleh karena itu, pemerintah harus mempertimbangkan distribusi beasiswa yang seimbang, dengan tetap memberikan perhatian besar pada STEM tanpa mengabaikan kontribusi bidang lain. Selain itu, evaluasi berkala tentang efektivitas kebijakan ini perlu dilakukan untuk memastikan bahwa dana LPDP digunakan secara optimal dalam menghasilkan sumber daya manusia yang kompeten, relevan, dan sesuai dengan kebutuhan nasional.
Ketiga, gagasan tentang sekolah unggulan dengan kurikulum yang lebih maju merupakan langkah visioner untuk mencetak calon pemimpin masa depan. Sekolah unggulan ini diharapkan mampu menyediakan pendidikan berkualitas tinggi, termasuk pelatihan bahasa asing, pemikiran kritis, dan penguasaan teknologi. Lulusan sekolah ini diharapkan dapat melanjutkan studi ke universitas top dunia, membawa pengetahuan dan pengalaman internasional kembali ke Indonesia.
Namun, pengembangan sekolah unggulan tidak boleh menciptakan kesenjangan akses pendidikan. Tantangan terbesar adalah memastikan bahwa program ini tidak hanya berfokus pada segelintir individu dari kelompok tertentu. Untuk itu, diperlukan mekanisme seleksi yang inklusif serta dukungan finansial bagi siswa dari keluarga kurang mampu agar mereka dapat menikmati pendidikan unggulan tanpa hambatan ekonomi.
Selain itu, sekolah unggulan harus memiliki visi jangka panjang dengan melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, sektor swasta, dan komunitas lokal. Dengan kolaborasi ini, sekolah unggulan dapat menjadi model pendidikan yang tidak hanya mencetak individu cerdas, tetapi juga membangun karakter kepemimpinan dan kontribusi sosial yang kuat.
Keempat, tingginya angka pengangguran lulusan perguruan tinggi menjadi indikator adanya ketidaksesuaian antara keterampilan lulusan dan kebutuhan pasar kerja. Perguruan tinggi sering kali gagal menyediakan kurikulum yang relevan dengan industri, sehingga lulusan tidak siap menghadapi realitas dunia kerja. Selain itu, kurangnya pengalaman kerja selama masa kuliah, seperti magang atau proyek kolaboratif dengan perusahaan, turut memperburuk situasi ini.
Untuk mengatasi masalah ini, reformasi kurikulum perguruan tinggi menjadi keharusan. Kurikulum harus dirancang ulang agar lebih praktis dan aplikatif, mengintegrasikan program magang wajib serta pelatihan berbasis industri. Pendekatan ini memungkinkan mahasiswa memperoleh keterampilan teknis dan pengalaman nyata yang dibutuhkan oleh dunia kerja.
Selain itu, pemerintah perlu mendukung penciptaan peluang kerja bagi lulusan baru melalui kebijakan yang mendorong investasi di sektor padat karya dan berbasis teknologi. Dukungan ini mencakup pemberian insentif bagi perusahaan yang merekrut lulusan baru dan penyelenggaraan program pelatihan kerja lanjutan untuk meningkatkan daya saing mereka di pasar kerja.
Kelima, pernyataan Mendiktisaintek tentang perlunya menciptakan lebih banyak lapangan kerja di dalam negeri adalah isu yang sangat relevan. Ketergantungan pada impor tidak hanya melemahkan industri lokal tetapi juga menghambat penciptaan lapangan kerja yang berkelanjutan. Dengan mendorong pengembangan sektor industri, Indonesia dapat menciptakan rantai nilai yang lebih panjang dan lapangan kerja yang lebih banyak.
Salah satu solusi strategis adalah mengembangkan industri manufaktur berbasis sumber daya lokal. Misalnya, industri agrikultur modern, energi terbarukan, dan teknologi berbasis digital dapat menjadi prioritas. Pemerintah juga perlu memberikan insentif bagi pelaku usaha lokal dan memperbaiki regulasi yang mempermudah investasi di sektor-sektor strategis ini.
Di sisi lain, peningkatan kualitas tenaga kerja menjadi elemen kunci dalam industrialisasi. Program pelatihan berbasis kompetensi yang dirancang untuk kebutuhan industri spesifik harus digalakkan. Selain itu, lulusan teknik Indonesia yang telah diakui di luar negeri perlu dilibatkan dalam pengembangan industri lokal untuk memanfaatkan keahlian mereka dalam meningkatkan daya saing global.
Keenam, Indonesia menghadapi risiko besar middle income trap karena lemahnya pengembangan sektor industri berteknologi tinggi. Ketergantungan pada ekspor komoditas mentah tanpa nilai tambah membatasi kemampuan negara untuk bersaing dalam ekonomi global. Untuk keluar dari jebakan ini, diperlukan perubahan paradigma dari ekonomi berbasis sumber daya alam ke ekonomi berbasis inovasi.
Investasi dalam riset dan pengembangan (R&D) harus menjadi prioritas nasional. Pemerintah, akademisi, dan sektor swasta perlu bekerja sama dalam menciptakan ekosistem inovasi yang mendukung pengembangan produk bernilai tambah tinggi. Misalnya, pengembangan teknologi lokal di sektor energi terbarukan atau farmasi dapat menjadi jalan keluar untuk meningkatkan daya saing.
Selain itu, pendidikan tinggi harus memainkan peran sentral dalam menghasilkan talenta berbasis inovasi. Kurikulum yang mendorong kreativitas, kewirausahaan, dan kolaborasi lintas disiplin perlu diimplementasikan secara luas. Dengan langkah-langkah ini, Indonesia dapat mempercepat pertumbuhan ekonominya dan keluar dari ancaman middle income trap yang selama ini membayangi.
Pandangan Mendiktisaintek Satryo Soemantri Brodjonegoro mencerminkan visi strategis untuk meningkatkan daya saing Indonesia di era globalisasi. Namun, untuk mewujudkannya, diperlukan langkah-langkah yang terencana, inklusif, dan berbasis bukti. Pemerintah, akademisi, dan sektor swasta harus berkolaborasi untuk menciptakan kebijakan yang tidak hanya relevan dengan kebutuhan saat ini, tetapi juga berkelanjutan untuk masa depan. Dengan pendekatan ini, Indonesia dapat mengatasi tantangan yang ada dan memanfaatkan peluang untuk menjadi negara yang lebih maju dan mandiri.