BABI NGEPET, MALING POPULARITAS

Biuus.com, – Baru – baru ini publik digegerkan oleh isu yang beredar di Media Sosial tentang penemuan Babi Ngepet di Bedahan, Depok, Jawa Barat. Kejadian itu viral dan berhasil menyita perhatian publik dalam beberapa waktu.

Bagaimana tidak, di era yang serba modern ini kejadian yang berbau mistis memang memiliki daya tarik tersendiri. Bagi kalangan yang sudah termanjakan oleh alunan teknologi, perhatiannya berfokus pada eksistensi mistisisme di era modern.

Sedangkan bagi kelompok masyarakat yang masih berpandangan konservatif, perhatiannya lebih tertuju pada kutukan-kutukan nenek moyang dan berbagai dongeng masa lampau yang menarik untuk di cari tau dan di ceritakan kembali. Pandangan – pandangan itu tentu saja akan menyatu dalam wacana publik dan menjadi sebuah narasi baru ‘khas tempo doeloe’.

Awal Mula Cerita ‘Babi Ngepet’

Babi Ngepet di percaya oleh masyarakat Indonesia jaman dulu khususnya masyarakat Jawa sebagai Ilmu Mistis yang dapat membuat pemakainya mendapatkan kekayaan dalam waktu singkat. Artikel menarik tentang ‘Babi Ngepet’ pertama kali di tulis oleh seorang Belanda pada masa kolonial sekitar tahun 1920-an. Artikel tersebut dipublikasi oleh redaksi berita ‘Djawa’ yang di tulis oleh tiga orang penulis, C. Hooykas, R. Tresna, dan G.W.J. Drewes pada tahun 1929 (sumber : historia.id). Tak jarang kemudian jika di jaman dulu cerita ini terus berkembang dan berulang mengingat tingkat kepercayaan masyarakat terhadap segala sesuatu yang berbau Nederland begitu tinggi, bahkan dianggap sebagai sebuah kebenaran dan keharusan. Tambahan lagi, mudahnya masyarakat mempercayai tulisan belanda tersebut dapat menggambarkan kondisi sosial ekonomi pada masa itu yang begitu terbelakang. Masyarakat di cekoki oleh dongengan mistis agar menghilangkan semangat kerja dan semangat juang buruh tani yang menjadi tulang punggung ekonomi modern. Sehingga masyarakat yang percaya pada dongengan itu lebih memilih untuk bertapa di bawah beringin di banding mencangkul tanah untuk membuka lahan-lahan produksi bagi dirinya sendiri.

Tulisan yang di terbitkan oleh ‘Djawa’ itu sendiri tidak memberitakan tentang kebenaran atau temuan langsung dari jurnalis/wartawan yang bertugas. Dengan tidak adanya bukti dan temuan terkait ‘Babi Ngepet’ dalam artikel tersebut tentu saja orisinalitas nya perlu untuk di pertanyakan dan bagaimana untuk membuktikan orisinalitas dari sebuah tulisan yang di buat oleh orang-orang yang sudah berkalang tanah?. Sehingga dapat di simpulkan bahwa dongengan ‘Babi Ngepet’ memang di buat-buat untuk menggiring paradigma masyarakat Indonesia yang saat itu sedang mabuk perjuangan kemerdekaan supaya kembali ke pelataran belakang.

Menyikapi ‘Babi Ngepet’

Ada dua golongan masyarakat dalam membaca situasi ini seperti yang tertulis di atas. Pertama adalah golongan masyarakat berpandangan modern.

Hampir segala sesuatu yang berbau mistis di era modern ini tidak mendapat perhatian. Hanya yang dapat di buktikan kebenarannya dengan menggunakan metode ilmiah saja yang mendapat tempat untuk di jadikan perhatian. Tak jarang, jika masyarakat modern ini mendengar cerita-cerita berbau takhayul seperti itu hanya memicingkan mata bahkan tersenyum ketus. Tidak sedikit pula yang menertawai sambil menantang babi ngepet untuk merampok Bank. Semua reaksi dan ekspresi itu merupakan gambaran betapa cerita – cerita mistis bagi masyarakat modern tidak lebih dari dongengan menyesatkan.

Terlepas dari pandangan maju yang dimiliki kelompok masyarakat modern ini, tidak boleh di lupakan bahwa berbagai takhayul dan mitos itu merupakan warisan kebudayaan dalam bentuk cerita. Sebagai sebuah warisan budaya, ‘Babi Ngepet’ patut mendapat tempat yang selayaknya dalam pandangan masyarakat. Orisinalitas dan kebenarannya boleh di tolak mentah-mentah. Namun, warisan kebudayaan tidak layak untuk di cemooh atau pun di sangsikan. Sampai hari ini, kisah tentang ‘Babi Ngepet’ masih sering di angkat dalam cerita – cerita dalang dalam pewayangan. Sebagaimana menyaksikan pewayangan, terhibur dan tertawa adalah reaksi yang sepatutnya, cemooh dan kesangsian tidak layak di berikan.

Kelompok masyarakat ke dua adalah kelompok masyarakat yang masih berpandangan konservatif sehingga melihat  kejadian ini sebagai pembuktian dari kebenaran ajaran-ajaran takhayul yang diyakininya. 

Walaupun tidak serta merta membenarkan adanya ‘Babi Ngepet’ di Depok, Jawa Barat, namun ramainya warga yang berdatangan hanya untuk melihat keberadaan makhluk itu patut di jadikan bukti ketertarikan nya. Tanggapan – tanggapan yang di lontarkan oleh masyarakat tidak jarang di bumbui oleh mitos-mitos lain yang di yakini. Cerita tentang Rambut Kuntilanak, Nyi Blorong, sampai Tuyul diangkat dan di kisahkan kembali sebagai bumbu perbincangan.

Babi ngepet bukan lah satu – satu nya dongengan mistis yang di percaya dapat membawa kekayaan instan bagi penggunanya. Rambut Kuntilanak juga di percaya dapat di gunakan untuk meminta kekayaan. Kisah Nyi Blorong yang bahkan di ceritakan dalam film – film kebudayaan, sampai kisah memelihara Tuyul merupakan cerita – cerita mistika warisan masa lampau yang terus menggema di wacana penggemar takhayul.

Menempatkan cerita sebagaimana mestinya adalah sikap bijak yang dapat di ambil oleh kalangan masyarakat ini. Golongan ini tidak patut bila meresponi berbagai takhayul dengan kepercayaan yang berlebihan. Menyikapi sebagaimana mestinya adalah dengan membawa narasi takhayul ke tempat selayaknya seperti pewayangan, mitos-mitos nusantara, atau dimasukkan ke dalam buku – buku cerita dongeng saja. Mengembangkan cerita ini ke tengah-tengah generasi bangsa berarti mengamini tujuan dari para penulis Belanda tahun 1929 untuk membawa kembali bangsa ini ke pelataran belakang. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa era 1920-an merupakan tahun-tahun pergelutan intelegtual pemuda/i pejuang kemerdekaan melawan narasi kesesatan dan kemalasan akibat kurangnya akses pendidikan yang di berikan oleh bangsa penjajah. Sekali lagi, kondisi sosial ekonomi masyarakat ketika itu adalah alasan begitu mudahnya narasi ‘Babi Ngepet’ di terima dan di wariskan.

Akhir Cerita ‘Babi Ngepet’

Mabuk sensasi dan popularitas. Sepertinya hal itulah yang membuat seorang Ustadz berinisial AI menyebarkan berita bohong tentang Babi Ngepet yang di tangkapnya. Ya.. Ustadz AI adalah dalang di balik hebohnya Babi Ngepet yang sempat menyita perhatian publik itu. Setelah di periksa langsung oleh kesatuan intel Polsek Sawangan, akhirnya sang Ustadz mengakui bahwa cerita tentang babi ngepet yang di buatnya adalah rekayasa belaka.

Tidak ada motif lain yang membuat pelaku melakukan tidakannya selain mengharapkan sensasi dan popularitas pribadi. Belakangan di ketahui bahwa Ustad AI merupakan seorang tokoh masyarakat yang kerap memimpin pengajian di lingkungannya. Mungkin untuk menambah ‘jam terbang’, sang Ustadz akhirnya melakukan tindakan tersebut. Beliau juga mengakui bahwa babi yang kerap di kenal sebagai Babi Ngepet itu adalah babi hutan yang dibelinya via online sebesar Rp. 900.000, tambahan ongkir Rp. 200.000 pula.

Akhirnya Polres Metro Kota Depok mengamankan Ustadz AI dan di jadikan tersangka atas dugaan kasus menyebarkan berita bohong dan cerita tentang Babi Ngepet era modern pun tamat.

Toto Heryanto