Industri 4.0 menjadi satu era di mana tantangan perkembangan zaman menjadi objek yang harus dihadapi oleh semua kalangan, terkhusus di sektor lapangan kerja. Keunggulan sistem digital yang disaat bersamaan turut mengubah paradigma dan pola kerja menjadi tantangan sekaligus peluang yang harus dimanfaatkan oleh para milenials.
Masuknya kita pada era baru 4.0 tentu membawa konsekuensi bukan hanya bagi perusahaan sebagai pelaku sektor bisnis, tetapi juga sumber daya manusia yang kemudian bergabung sebagai tenaga kerja perusahaan. Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri menyampaikan pada awal 2019 lalu, jika era 4.0 akan menciptakan pekerjaan baru dan pada saat bersamaan juga menghilangkan beberapa pekerjaan lama.
“Saat kita masuk ke dalam industri 4.0, maka akan ada 3,7 juta pekerjaan baru muncul, tetapi ada juga 52,6 juta pekerjaan berpotensi hilang,” kata Hanif di Jakarta awal tahun lalu.
Menurutnya, jika dibandingkan dengan era revolusi industri sebelumnya, generasi 4.0 lebih sulit diprediksi arah perubahannya. Sehingga ketidakpastian itu membuat kualitas tenaga kerja menjadi kunci persaingan utama.
“Saat ini terjadi perubahan paradigma, para pencari kerja bukan lagi berorientasi pada bagaimana mencari pekerjaan tetap, tetapi bagaimana agar tetap bekerja,” ungkapnya.
Menanggapi industrialisasi ekonomi itu, para pekerja sesungguhnya dihadapkan pada tantangan dan persaingan yang tidak hanya lokal, tetapi telah masuk pada ruang lingkup global. Dengan kata lain, kompetensi dan kualitas menjadi kunci untuk masuk ke dalam persaingan di era 4.0.
Perusahaan tentu tidak lagi hanya berorientasi pada latar belakang pendidikan, tetapi kemampuan dan daya saing untuk ikut terlibat dalam persaingan revolusi industri.
Bagi para pencari kerja (job seekers), terutama bagi kalian yang lulusan baru (fresh graduate), lebih dituntut untuk bisa menunjukkan kemampuan dan keterampilan, bukan hanya berapa nilai kelulusan. Nilai baik memang penting, tetapi what you can dojauh lebih menarik bagi sebagian besar perusahaan. Era 4.0 menuntut kalian lulusan baru untuk bisa menunjukkan “nilai jual”, bisa dilihat dari sisi kamu orang terbaik, kamu berbeda, kamu sudah melakukan apa atau kamu punya ide cemerlang apa.
Era 4.0 jauh lebih menghargai kualitas pikiran atau ide dan gagasan yang keluar dari buah berpikir kalian para lulusan baru. Itu yang lebih perusahaan perlukan. Karena era 4.0 adalah era para milenials yang sebagian dari perusahaan tidak punya. Ada banyak hal yang seharusnya bisa kalian eksplor selagi kuliah atau keterampilan diluar materi kuliah.
Baca Juga : Lagi Sibuk Cari Kerja, Ini Cara Yang Bisa Dilakukan Para Job Seekers
Disamping itu, ada hal yang juga harus diperhatikan oleh para milenials terkait beberapa hal seputar dunia kerja. Para milenials cenderung krisis pada karakter dan etos kerja atau daya juang di dalam pekerjaan. Hal itu juga yang kemudian menjadi perhatian oleh Hanif. Kelemahan itu harus dijadikan titik balik bagi milenials agar tidak kesulitan dalam proses bekerja di perusahaan. Hanif juga menegaskan jika karakter adalah bagian terpenting dalam keterlibatan di persaingan global. “Karakter menjadi sangat penting untuk bisa unggul dalam skema persaingan global”, tutup Hanif.